page

Stay connected

Mohon di like ya...


Sabtu, 01 Juli 2017

Ikhlas

Jika ikhlas adalah sebaik-baiknya jawaban maka segala hasil yang diterima adalah anugrah, bukan bukan hasil yang membentuk pribadi seseorang, tetapi proseslah yang menjadikan seseorang berkarakter, jika sukses adalah nikmat atas usaha, maka gagal adalah inti nikmat yang sebenarnya, gagal mengajarjan kita arti perjuangan, sabar dan ikhlas, sedangkan sukses mengajarkan perjuangan saja,

Senin, 23 Juni 2014

Teruntuk Engkau Adikku

Sungguh dunia memperlakukanmu dengan begitu anggun.
Setiap sudut mata yang memandangmu membuat para bidadari dunia merasa iri.
Cara pandangmu tentang hidup ini begitu sempurna buatku.
Benar... aku sangat merasa kagum terhadapmu.
Keterbatasan dikalahkan dengan cara pandangmu tentang arti hidup.

Masih teringat jelas dikepala ini.
Ketika amarah ini yang sangat besar dan kau redam hanya dengan satu kalimat.
Dan akhirnya kusadari batapa indahnya duniaku memilikimu.

Duhai engkau adikku,
Semoga kelak asa yang engkau impikan dapat menjadi nyata.
Asa yang begitu mulia sampai diri ini merasa gemetar membayangkan.

Duhai engkau adikku,
Kita mungkin telah melangkah di tapak yang berbeda.
Tapi satu pintaku, mari bersama-sama kita buat wanita kedua merasa bangga dengan kita.
Tersenyum dengan air mata bahagia melihat kita, dan berkata :
"Nak, sungguh ibu merasa bahagia membesarkan kalian dengan dunia yang kurang mendukung,
tapi satu yang perlu kalian yakini, Pemilik dunia ini bersama kita dan janganlah ragu untuk meminta kepada-Nya"

Teruntuk Engkau Dewiku

Kita memang tidak tidak pernah bertemu sebelumnya,
Tapi yakinlah engkau adalah tulang rusuk yang telah diberikan sang Maha Cinta,
Dia-lah yang membolak balikkan hati untuk setiap umat-Nya,
Hati yang dulu tak pernah bertemu menjadi hati yang saling berpeluk erat satu sama lain,
Hati yang kosong menjadi hati yang selalu terisi dengan siraman air surga olehmu.

Duhai engkau kekasih,
Biarkanlah raga ini selalu berada disampingmu sampai tiba waktunya nanti,
Biarkanlah rasa yang tercipta ini saling mengisi disetiap relung hati
Sungguh rasa ini terlalu dalam kepadamu
Sampai engkaupun tak dapat menyentuh dasar dari rasa ini

Duhai engkau yang kekasih,
Entah mengapa raga hati ini ingin mendekapmu dalam-dalam
Seakan tidak ingin hilang setiap momen yang tercipta
Dan tak ingin pudar dari setiap rona warna yang telah engkau pancarkan


Sungguh ku tak kan pernah lupa akan janjiku yang terucap sebelum aku mengenal dirimu,
Ku kan selalu disampingmu, menjagamu, menyayangimu dan mendukungmu... ;)

Bayang Sendu

Entah mengapa malam ini terasa panjang ketika merindukan sosokmu.
Hati ini seakan beku ketika engkau tidak bersua.
Sosokmu yang periang hanya terlihat melalui bayang mengisyaratkan kekakuan ini.
Semua terasa hampa,
Ibarat kotak kosong dan kita berada disalah satu sudut yang saling membelakangi.
Semua terasa bimbang ketika terikan suara ini terbalas dengan gema suara diri.
Semua terasa hambar meski madu telah tersiram.
Semua terasa kering meski mata ini meneteskan butiran cinta.
Semua terasa buntu meski jalan ini tak berujung.
Sungguh rindu ini tak berpadu kekasih.

Kekasih.
Engkaulah cerminan jiwa ini.
Engkaulah oase dipadang nan tandus ini,
Engkaulah selaksa warna yang memberi corak hidup ini.
Tetaplah menjadi bidadari penyejuk meski kalbu terasa layu.

- Teruntuk engkau wanitaku yang ke empat -

Sabtu, 05 April 2014

Suara Kalbu

Semu, itulah kata-kata yang terlintas di otak ini ketika aku membayangkan sosokmu,
Logika ini seakan beradu argumen dengan kalbu seperti kedua kubu ingin memenangkan pembenarannya,
Logika ini berkata "Heiii, betapa bodohnya kamu bisa terbuai dengan dengannya, padahal dia tidak melirikmu sama sekali"
Sedangkan, lain halnya dengan kalbu ini "Jangan pernah dengarkan logikamu jika berurusan dengan perasaan, logikamu hanyalah sekumpulan syaraf yang hanya mengerucut pada penalaran"

Akupun hanya bisa berdiri dengan lidah yang kaku tanpa ada kata yang terucap ketika aku melihatmu,
Kau adalah sosok yang begitu anggun dimataku, sampai mata inipun tak berani menghadap lurus diwajahmu,
Kau tidak cantik, tapi kau memancarkan pesona yang menawan dimata setiap lelaki,

Duhai kekasih, sungguh hati ini ibarat ladang tandus yang mengaharapkan siraman air surga darimu,
Sungguh tanaman cinta ini membutuhkan pupuk surga darimu agar menjadikannya pohon yang kuat akarnya dan rimbun daunnya sehingga cinta ini dapat menjadi peneduh untuk untuk hidupku"

-End

Minggu, 29 September 2013

Kisah Salman Al Farisi Melamar Wanita

Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan  menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.
Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’.
Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
”Saya adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.
”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”
♥♥♥
Tak mudah menjadi lelaki sejantan Salman. Tak mudah menjadi sahabat setulus Abud Darda’. Dan tak mudah menjadi wanita sejujur shahabiyah yang kelak kita kenal sebagai Ummud Darda’. Belajar menjadi mereka adalah proses belajar untuk menjadi orang yang benar dalam menata dan mengelola hati. Lalu merekapun bercahaya dalam pentas sejarah.

Sabtu, 28 September 2013

Stag

tak tau lagi lidah ini harus berucap apa,
semua kaku tak berdaya
ketika sang bulan menampakkan cahayanya
cahaya sayu tertutup awan cumulus

hati ini seolah bergetar
mengisyaratkan rasa yang telah lama tidur
wahai engkau purnama
mengapa cahayamu terasa menyejukkan hati

semua berawal dari ketidaksengajaan
entah berawal dari mana
karena aku sendiri tak tau ujung awal kisah ini
semua seperti sengatan listrik yang terhantar melalui sepotong besi